Salam...
Lama sungguh Nini tak sentuh papan kekunci dan menari nari dalam lenggok normal. Lewat waktu ini tak seperti dulu, masa sungguh kalut. Semakin dikejar, semakin pantas ia lari. Nini buntu! Maaf kerna tiada ceritera baru, bukan buntu idea sebaliknya buntu akan masa.
Teman...
Beberapa hari lagi Nini bakal mengkahiri zaman bujang yang hampir 26 tahun dibawa bersama. Gelaran itu tidak lagi bakal Nini sandang buat selama lamanya. Sedih bercampur gembira, malah yang paling menakutkan Nini adalah tanggungjawab yang bakal dipikul dalam pelayaran hari mendatang.
Gelap semalam mungkin akan berlabuh, mungkin sekadar bertangguk. Apa yang membimbangkan Nini semakin hari semakin hampir. Ruang maya ini pada satu ketikanya bukan untuk menceritakan isi dada buat pembaca, ia sekadar melampiaskan rasa hati yang gelana. Tapi hari ini, jika satu persatu yang Nini kupas, ia seolah menayang kuping luka penuh di dada.
Jika dihitung, Nini punya kurang dari 14 hari untuk mengakhiri zaman bujang. Semakin hampir semakin gusar. Apakan ini lumrah biasa? Nini mula didatangi rasa samar, benarkah keputusan ini keputusan terakhir? Nini tak bisa lelapkan mata.
Sesungguhnya Nini tak pandai bicara dalam bahasa cerita, izinkan Nini zahirinya dalam bait puisi.
Lama sungguh Nini tak sentuh papan kekunci dan menari nari dalam lenggok normal. Lewat waktu ini tak seperti dulu, masa sungguh kalut. Semakin dikejar, semakin pantas ia lari. Nini buntu! Maaf kerna tiada ceritera baru, bukan buntu idea sebaliknya buntu akan masa.
Teman...
Beberapa hari lagi Nini bakal mengkahiri zaman bujang yang hampir 26 tahun dibawa bersama. Gelaran itu tidak lagi bakal Nini sandang buat selama lamanya. Sedih bercampur gembira, malah yang paling menakutkan Nini adalah tanggungjawab yang bakal dipikul dalam pelayaran hari mendatang.
Gelap semalam mungkin akan berlabuh, mungkin sekadar bertangguk. Apa yang membimbangkan Nini semakin hari semakin hampir. Ruang maya ini pada satu ketikanya bukan untuk menceritakan isi dada buat pembaca, ia sekadar melampiaskan rasa hati yang gelana. Tapi hari ini, jika satu persatu yang Nini kupas, ia seolah menayang kuping luka penuh di dada.
Jika dihitung, Nini punya kurang dari 14 hari untuk mengakhiri zaman bujang. Semakin hampir semakin gusar. Apakan ini lumrah biasa? Nini mula didatangi rasa samar, benarkah keputusan ini keputusan terakhir? Nini tak bisa lelapkan mata.
Sesungguhnya Nini tak pandai bicara dalam bahasa cerita, izinkan Nini zahirinya dalam bait puisi.
Lihat pada sinar itu,
Ia semakin hampir terlalu dekat dan rapat
Bergulung seperti ombak
Bergelut seperti beliung
Tujunya satu
Pada aku
Lihat pada sinar itu,
Apa ia api membara?
Apa ia cahaya bahagia?
Aku keliru dalam kelopak buntu
Lantas ku tenung
Kacamataku lebur
Bulan kamu di mana?
Berselindung di balik awan
Berarak tiada sempadan
Seolah lari jauh dari aku
Kayaknya seperti meninggalkan aku
Kenapa?
Hati dihimpit sedih
Mati dalam rasa gelana
Gugup hingga hilang bisa bicara
Bingung dalam dengungan kalimah suci
Aku apa adanya?
Bulan apa kamu sepi lewat waktu ini?
Aku rasakan apa itu maknyanya
Jangan kau paling wajahmu padaku
Aku tak mahu lihatkan awan merah berlalu
Mimpiku hadir bermacam cerita
Ada yang indah ada yang duka
Mana kamu puteri kayangan
Rawatlah hati geringku
Tertusuk sembilu kaca
Aku bakal bersuami
Sungguh mulia hatinya
Senyum indahnya meruntun jiwa
Baik bicara tiada bertepi
Menanam kasih seikhlas hati
Apa pun tegar bergalang ganti
Aku bakal bersuami
Lengkap tuhan ciptakan aku dan dia
Umpama Adam dan Hawa
Tiada celanya tiada cacatnya
Bakal mewarisi keturunan papa dan mama, umi dan abi
Pelayaranku kini tidak sendiri
Kemudi berdua berdayung bersama
Karam bisa lemas mati
Ombak bakal ditempuhi
Namun kenapa hati pantas bingung
Makan tak lagi lalu
Tidur tak lagi lena
Suria pagi seolah bawa warna luka
Pelangi murung tiada berwarna
Hanya hitam dan putih mampir menjelma
Aku gelisah
Apa segalanya bisa berakhir?
Angan anganku bisa tergapai?
Padamu Allah swt aku bermohon
Sembah ini tiada duanya
Hanya padamu aku meminta minta
Teguhkanlah hati ini
Rawatlah gering agar bercambah bunga mekar selamananya
Ia semakin hampir terlalu dekat dan rapat
Bergulung seperti ombak
Bergelut seperti beliung
Tujunya satu
Pada aku
Lihat pada sinar itu,
Apa ia api membara?
Apa ia cahaya bahagia?
Aku keliru dalam kelopak buntu
Lantas ku tenung
Kacamataku lebur
Bulan kamu di mana?
Berselindung di balik awan
Berarak tiada sempadan
Seolah lari jauh dari aku
Kayaknya seperti meninggalkan aku
Kenapa?
Hati dihimpit sedih
Mati dalam rasa gelana
Gugup hingga hilang bisa bicara
Bingung dalam dengungan kalimah suci
Aku apa adanya?
Bulan apa kamu sepi lewat waktu ini?
Aku rasakan apa itu maknyanya
Jangan kau paling wajahmu padaku
Aku tak mahu lihatkan awan merah berlalu
Mimpiku hadir bermacam cerita
Ada yang indah ada yang duka
Mana kamu puteri kayangan
Rawatlah hati geringku
Tertusuk sembilu kaca
Aku bakal bersuami
Sungguh mulia hatinya
Senyum indahnya meruntun jiwa
Baik bicara tiada bertepi
Menanam kasih seikhlas hati
Apa pun tegar bergalang ganti
Aku bakal bersuami
Lengkap tuhan ciptakan aku dan dia
Umpama Adam dan Hawa
Tiada celanya tiada cacatnya
Bakal mewarisi keturunan papa dan mama, umi dan abi
Pelayaranku kini tidak sendiri
Kemudi berdua berdayung bersama
Karam bisa lemas mati
Ombak bakal ditempuhi
Namun kenapa hati pantas bingung
Makan tak lagi lalu
Tidur tak lagi lena
Suria pagi seolah bawa warna luka
Pelangi murung tiada berwarna
Hanya hitam dan putih mampir menjelma
Aku gelisah
Apa segalanya bisa berakhir?
Angan anganku bisa tergapai?
Padamu Allah swt aku bermohon
Sembah ini tiada duanya
Hanya padamu aku meminta minta
Teguhkanlah hati ini
Rawatlah gering agar bercambah bunga mekar selamananya
2 comments:
Salam.. tahniah buat Nini, semoga berbahagia & terus kental utk berjuang.. tak nak jemput saya ke.. :-)
Congrats my dear... semoga berbahagia selalu... untuk menjadi isteri sudah diiktiraf sebagai jihad utk dunia & akhirat...
Post a Comment