Entah bisa kulepas segala amarah bila jiwa kosong menghimpit. Ruang yang luas tidak lagi sempit namun udaranya umpama aroma cili pedas menghambur. Dinding masih sejuk namun pijar tangan jika menyentuh.
Apa kena dengan emosiku? Apa lagi yang tidak mampu kutepis? Semuanya akur ku tunduk namun masih pincang jiwa dan raga. Bukan bayang semalam menjadi igauan, lantas bertukar menjadi hantu menyeringai di bibir waktu. Aku rimas.
Aku lihat dia, dia lihat aku. Apa yang tidak kena? Semua baik belaka. Tiada cerita luar biasa, malah bahagia menyusul tiba. Aku bingung, bukan kerna canggung gelombang kusut. Bingungan itu hadir untuk mencarca marba semangat jitu.
Untuk apa aku harus mencampakkan segala rasa yang mengundang binasa? Hentikan semuanya rasa ini, bawa aku pulang ke damai desa, agar burung terus bersiulan lantas bayu menghembus nada cinta.
Apa kena dengan emosiku? Apa lagi yang tidak mampu kutepis? Semuanya akur ku tunduk namun masih pincang jiwa dan raga. Bukan bayang semalam menjadi igauan, lantas bertukar menjadi hantu menyeringai di bibir waktu. Aku rimas.
Aku lihat dia, dia lihat aku. Apa yang tidak kena? Semua baik belaka. Tiada cerita luar biasa, malah bahagia menyusul tiba. Aku bingung, bukan kerna canggung gelombang kusut. Bingungan itu hadir untuk mencarca marba semangat jitu.
Untuk apa aku harus mencampakkan segala rasa yang mengundang binasa? Hentikan semuanya rasa ini, bawa aku pulang ke damai desa, agar burung terus bersiulan lantas bayu menghembus nada cinta.
No comments:
Post a Comment