Tatap mataku merenung lembaran layar kehidupan memetik aku dari lena yang semakin panjang. Langkah mula tersangkut sangkut, menguak tirai realiti. Gugup melihat awan berarak terlalu pantas meninggalkan dengan ekor mata.
Di pentas tari ini, lentik jemari lenggok punggong semakin bertambah usia. Takut menoleh babak semalam, membuat bait petah gagap bicara. Tambah lagi hari ini bukan mainan mencorak esok yang penuh warna warni.
Di pentas tari ini, lentik jemari lenggok punggong semakin bertambah usia. Takut menoleh babak semalam, membuat bait petah gagap bicara. Tambah lagi hari ini bukan mainan mencorak esok yang penuh warna warni.
Teman, aku dikunjung persoalan buntu tika ini. Bersahajalah aku menganggap sebarang bait kata itu sekadar menujah telinga kanan dan terbang luncur alur telinga kiri. Aku kuncikan setiap ruang mendengar bicara sesiapa pun, aku hanya yakin pada aku dan cintaku.
Kalau Kiki bersama awannya, aku mahu terus ditemani bulan. Gelap malam tanpa sinar itu akan membiarkan unggas menganggu lena. Usah terjah dinihari dengan ruang salju membeku, tinggalkan sedikit kehangatan malam agar rasa suam suam kuku menyelinap ke setiap rongga kudus.
Ombak tak pernah lupa menghempas pantai, sekejap tinggi sekejap rendah. Deru bayu mendayu dayu, mengajar aku kenali gayat curam kehidupan. Dada ini penuh gelora, menarik baldu sayu dijadikan pengesat air mata. Ombak di laut bisa ku tentang, ombak di hati tak bisa melewati babak tenang.
Teman, mata ini lesu melihat sedang telinga tuli mendengar. Sejarah sudah kukuburkan, memori telah di nesankan, sumpahan lantas ditalkinkan tapi gugusan gemuruh masih ditemani kupu kupu di dasar perut.
Senyumkan untukku seandainya aku tak bisa tersenyum padamu, bicarakan sesuatu di telingaku seandainya lidah keras membeku.
2 comments:
awan dan bulan, sangat memerlukan.
:)
awan dan bulan sangat memerlukan.
:)
Post a Comment